Lukisan Dua Hati

Oleh: Madhes Ai

"Han, aku ingin berkata jujur tentang diriku sendiri."
"Oh, tentu saja. Kenapa kamu mesti bilang terlebih dahulu padaku?"
"Han, sebetulnya aku memiliki rasa terhadapmu lebih dari seorang sahabat sejak kita bertemu di lobi hotel alang-alang setahun yang lalu. Entah mengapa ketika aku melihatmu tertanam rasa penasaran yang mendalam akan dirimu. Hingga sore selanjutnya aku menemukan dirimu di tepi pantai sedang memadukan warna di atas kanvas hingga pada akhirnya terbentuk sebuah lukisan yang menggambarkan air laut meninggi seperti terjangan tsunami namun kau membentuknya menjadi pagar sebuah istana yang di dalamnya terdapat para insan yang haus akan dahaga ilmu. Saat itu, ragaku tiba-tiba bergetar melihat karyamu. Kau begitu luar biasa memiliki imaji yang jarang dimiliki orang lain. Han, aku mencintaimu. Aku ingin merajut indahnya berkeluarga bersamamu."
"Oh, begitu. Jadi kau mencintaiku hanya karena lukisan pertamaku yang kau lihat kala itu?"
"Han, kenapa kamu berkata seperti itu?"
"Lah, iya toh. Tadi kamu bilang saat kamu melihat lukisan yang kubuat tiba-tiba ragamu bergetar dan sejak itu kau ingin kita menjalin hubungan dengan ikatan suci. Begitukan pesan tersirat dari perkataanmu tadi? Zain, jika kau mencintai aku hanya karena karyaku aku akan mempersembahkan karya terbaikku padamu namun aku takkan memberikan cintaku padamu. Karena aku hanya ingin dicintai karena Allah semata bukan karena yang lain. Ya, aku juga tidak munafik sama seperti dirimu terkadang aku mengagumi seseorang karena kelebihannya. Tapi itu dulu, Zain saat aku tak mengenal Tuhanku sendiri."
"Jadi, maksud kamu, kamu tak bisa menikah denganku? Hubungan kita hanya sebatas persahabatan?"
"Iya, zain. Maaf aku tak bisa menyayangimu lebih dari seorang sahabat."
Zain hanya terpaku pilu mendengar jawaban Hana, tambatan hatinya yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyelami Makna Pendidikan

Lelah yang Tak Kunjung Sirna, Hempaskan dengan Elegan!

Garis Abu