Trembling Crush

Part 1

Senja di bibir pantai sangatlah indah. Udaranya mampu mendamaikan jiwa yang sedang tak menentu. Desiran ombak adalah musik terindah bagi perindu akan cinta dan cahaya keabadian. Angin laut membelai lembut rambut perempuan berbalut syal cokelat di lehernya. Kedua bola matanya menatap sendu pada suatu titik di lautan. Meski tak terlihat kasat mata namun ia sedang berusaha melempar jauh kerikil yang sudah satu minggu terakhir membentuk bukit dalam dasar jiwanya. Bukan ia tak mau mensyukuri akan nikmat Tuhan tapi kemampuan bercakap dengan orang lain yang ia miliki sangatlah minim bahkan bisa dikatakan di bawah rata-rata.  "Engkau cahaya di atas cahaya, kumohon anugrahkanlah cahaya-Mu pada jiwa yang kelam ini", bibirnya memohon pelan, penuh harap akan kasih sayang Sang Maha Kuasa. Tak ada lagi yang ia dapat percaya. Baginya hanya Sang Khaliq yang mau mengerti akan keluh kesah, suka duka, derita bahkan air mata yang selalu menitik pipi lembutnya saat ia akan terjaga.  

"Aku lelah jika aku harus bertengkar dengan diri sendiri setiap hari. Aku takut akan masa lalu yang selalu membuntuti setiap langkahku. Ragaku bisa menerima apa yang harus kujalani namun batinku setiap detik menolaknya. Ini bukan passionku, ini bukan tujuanku, ini bukan jiwaku, ini bukan asaku.Setiap detik batinku selalu memberontak keras akan jalan pikirku. Tak jarang tubuhnku mendadak gemetar amat dahsyat, mengeluarkan keringat dingin sedingin salju. Membuatku menggigil tak tertahankan. Tuhan aku tak mampu bila aku harus melanjutkan jalan ini." Hatinya terus berbicara pada gulungan busa putih, pandangannya mulai mengabur, tubuhnyapun kian lemah tak mampu lagi menahan hati yang terlalu frontal. Raganya tumbang dengan seketika mendarat di bibir lautan yang sedang pasang.                            
*** 

Lelaki berpostur tinggi ideal, rupawan nan bermata sejuk tengah asyik menyatukan ribuan titik, membentuk garis berpolakan gedung-gedung angkuh memamerkan pesona keindahannya pada dunia. "Kenapa dengan perempuan itu, raut wajahnya tak sedikitpun menunjukan ada senyuman di hidupnya", tiba-tiba pikirannya menelisik wajah perempuan satu jam lalu yang ia temukan di tepi lautan yang sedang pasang tinggi. Untung saja dirinya segera menghampiri jasad yang agak kaku, lalu ia mengangkatnya ke dalam resort miliknya.  

"Pergi, jangan ganggu aku lagi. Jangan terus mendikte ataupun menghantui aku. Pergi kau manusia tak berhati!!!"  Teriakan dari dalam kamar membuyarkan lamunan dan konsentrasi Hasyim. Sontak ia menuju asal suara.  "Hai, mba... mba... Sadar, istighfar mba." Hasyim berusaha membangunkan Arlyta yang meracau.  Perlahan suara Arlyta mulai tenang, nafasnya mulai teratur, dengan pelan ia membuka kedua matanya. Bola matanya menjelajahi ruangan di mana ia terbaring. Di lihatnya ada sosok laki-laki di samping menatap penuh kasih. Tiba-tiba ia bangun menyandarkan punggungnya pada punggung kasur. Sedikit gugup juga takut. "Tenang mba, saya bukan orang jahat. Tadi saat laut pasang, saya temukan mba tak sadarkan diri di pantai."  "Em...h maaf saya harus pulang,"  ucapnya singkat. "Ini sudah malam mba. Saya khawatir takut terjadi apa-apa. Mba bisa pulang be..." tiba-tiba Arlyta memotong Hasyim yang sedang berbicara, "Apa katamu? Kau tak ada bedanya dengan laki-laki lainnya."  

bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyelami Makna Pendidikan

Lelah yang Tak Kunjung Sirna, Hempaskan dengan Elegan!

Garis Abu