Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2014

Cinta dan Balas Budi

 Oleh:Madhes Ai "Ris, aku harap hubungan kita tetap terjalin baik meski kita sekarang berada di kota yang berbeda. Semoga kita bisa menjadi harapan keluarga kita." Mariska tersenyum getir mengingat akan perkataan seseorang tiga tahun yang lalu yang sempat mengisi relung qalbunya. Terkadang ia tak habis pikir kenapa kekasihnya meninggalkan dirinya begitu saja tanpa ada gugur atapun hujan deras. Padahal mereka berdua telah mengikrarkan janji di atas hamparan pasir di tepi pamayangan. "Ah, ukir janjinya sih di atas pasir jadinya kebawa ombak deh," pikirnya, dia menggoda diri sendiri. "Assalamu'alaiku, permisi," terdengar ketukan pintu dari luar. Mariska langsung menuju asal suara. Sontak ia terkejut melihat sepasang kekasih di hadapannya. Hampir saja ia mau jatuh namun ditahannya dengan kuat atas ketidaksiapan menerima kenyataan ini. Bibirnya mencoba tersenyum memberikan sapa pada kedua tamunya. "Kakak Ris, ini undangan pernikahan ...

Arus Nilai

Oleh : Madhes Ai Ada hal yang masih menyelinap Gugahkan hati dan mesin pikir Tentang generasi insan yang mulai meredup Juga menurunnya nilai-nilai leluhur Yang sejak dulu tertanam dalam jiwa Terwujudkan dengan tingkah yang mengabdi Bahkan aku melihat diri sendiri Yang kini mulai terseret Arus zaman yang pesat Secara perlahan mencuci bersih karakter aslinya

Rindu yang Menepi

 Oleh: Madhes Ai Terbentang luas jalanan Yang diapit oleh sungai dan bukit hijau Menuju suatu gubuk dimana aku dilahirkan Lama aku tak menginjak pematang kampung Yang selalu dilintasi insan berwajah riang Tanda menyapa sebagai ramah tamah Untukmu tanah kelahiran  Aku merindukan setiap inci pesona yang kau tunjukan

Lukisan Dua Hati

Oleh: Madhes Ai "Han, aku ingin berkata jujur tentang diriku sendiri." "Oh, tentu saja. Kenapa kamu mesti bilang terlebih dahulu padaku?" "Han, sebetulnya aku memiliki rasa terhadapmu lebih dari seorang sahabat sejak kita bertemu di lobi hotel alang-alang setahun yang lalu. Entah mengapa ketika aku melihatmu tertanam rasa penasaran yang mendalam akan dirimu. Hingga sore selanjutnya aku menemu kan dirimu di tepi pantai sedang memadukan warna di atas kanvas hingga pada akhirnya terbentuk sebuah lukisan yang menggambarkan air laut meninggi seperti terjangan tsunami namun kau membentuknya menjadi pagar sebuah istana yang di dalamnya terdapat para insan yang haus akan dahaga ilmu. Saat itu, ragaku tiba-tiba bergetar melihat karyamu. Kau begitu luar biasa memiliki imaji yang jarang dimiliki orang lain. Han, aku mencintaimu. Aku ingin merajut indahnya berkeluarga bersamamu." "Oh, begitu. Jadi kau mencintaiku hanya karena lukisan pertamaku yan...

Catatan Miss Coffee

by: Madhes Ai Part 1 Cahaya pagi menelusuk kaca sebuah kamar di pinggiran kota. Sinar hangatnya membangunkan perempuan yang masih terbaring lelap di penjagaannya. Mata sendunya membuka perlahan, menjelajahi ruangan sepetak yang kini menjadi tempat berteduh dari hujan dan panas. Ia sedikit terkejut ketika melihat jarum jam tepat pada angka delapan namun lagi-lagi ia mengurungkan niatnya untuk bangun. Dipejamkan kembali kedua matanya sebagai tanda ia tak mau menyapa hari. “Jadilah orang seperti kopi!” Rangkaian kata tiba-tiba muncul di alam bawah sadarnya, sontak ia terperanjat lalu ia bangun dari tempat pembaringan. Bibirnya mengulum seutas senyum mengingat akan suatu senja yang pernah dilaluinya bersama orang-orang yang sedang menapaki jalan untuk mendapatkan apa yang sudah direncanakan masing-masing. “ Thanks kak, atas nasihatmu waktu itu meskipun belum sepenuhnya aku paham.” “Win, kamu sadar? Tidak sedang mengigau?” “Iya, ada yang salah?” “Ya tidak, aku hanya heran kena...

Trembling Crush

Part 3           by: Madhes Ai Sang surya sudah berada tepat di pusat langit, cahaya yang dipancarkannya menyengat kulit anak adam dan hawa juga membakar tanah kota bertaqwa. Suara adzan sebagai tanda Allah menyeru hamba-Nya untuk sejenak bertemu dengan-Nya telah melantun dari setiap penjuru kota. Arlyta yang sudah memakai mukenanya telah bersiap untuk bersujud menyembah sang Khaliq. Ia dengan khidmat mendengarkan kumandang adzan dan menjawab setiap kalimat adzannya. Lalu iapun mulai melaksanakan shalat dzuhur dengan diawali do'a ketika mau shalat. Bibirnya bergetar mengucapkan kalimat takbiratul ihram ketika mengangkat kedua tangannya, hatinyapun ikut tersentuh siap melaksanakan shalat dzhur sebanyak 4 kali raka'at. di setiap gerakan dan bacaan shalat, Arlyta benar-benar khusyuk. Gerakan yang ia lakukan, kalimat-kalimat yang ia ucapkan, juga pikirannya senantiasa melebur menjadi satu menghadap Ilahi, mempersembahkan wujud kesetiaan dan cintanya pada...

Antara Media, Pendidik dan Orang Tua

                                                                                         Oleh: Madhes Ai Fenomena globalisasi sudah tak dapat elakkan lagi dari berbagai lapisan masayarakat dunia. Hal-hal yang berkaitan dengannya saat ini sudah melekat di setiap lapisan masyarakat bahkan sampai ke pelosok negarapun yang dulu tak tersentuh oleh berbagai kehidupan kota. Pekembangan teknologi yang pesat saat ini secara tidak diasadari memiliki peranan terhadap pembentukan karakter tunas-tunas bangsa terutama terhadap individu yang masih mengenyam pendidika...

Paradoks Ikrar

                                             Oleh: Madhes Ai Masihkah kau ingat dengan bibir pantai? Tempat kita menyulam janji Tentang arti niscaya setia Dalam memilin rasa juga cinta Atau mungkin kau sengaja? Lupa pada untaian kata Yang kau rangkai manis Di depan bola mataku yang polos Kini kau tersenyum bersamanya Dan kau tinggalkan luka  Dalam qalbuku penuh dera Juga sesal yang tak kunjung sirna

Trembling Crush

Part 2                                       by: Madhes Ai Mobil yang dikemudikan Hasyim melaju normal menyusuri jalanan kota industri menuju kosan Arlyta. Suasana dalam mobil hening hanya terdengar alunan lagu "Broken Angel" yang dibawakan oleh Arash dan Helena di Radio Hasyim. Arlyta memeluk erat tas yang dibawanya, ia menyandarkan kepalanya ke punggung kursi mobil dengan berbagai gejolak dalam hatinya. Sementara Hasyim mengemudikan mobilnya dengan tenang, sesekali ia menatap wajah perempuan di sampingnya. Dilihatnya ada genangan air yang terbendung di kelopak matanya. "Arlyta, boleh aku tanya sesuatu?", tanya Hasyim guna memecahkan kesunyian yang ada. Arlyta masih saja diam tak menyahut pertanyaan Hasyim. Hasyim menarik nafas dalam-dalam dan ia, "Arlyta, Arlyta, Hai, kenapa kamu melamun?" sambil ia...

Trembling Crush

Part 1 Senja di bibir pantai sangatlah indah. Udaranya mampu mendamaikan jiwa yang sedang tak menentu. Desiran ombak adalah musik terindah bagi perindu akan cinta dan cahaya keabadian. Angin laut membelai lembut rambut perempuan berbalut syal cokelat di lehernya. Kedua bola matanya menatap sendu pada suatu titik di lautan. Meski tak terlihat kasat mata namun ia sedang berusaha melempar jauh kerikil yang sudah satu minggu terakhir membentuk bukit dalam dasar jiwanya. Bukan ia tak mau mensyukuri akan nikmat Tuhan tapi kemampuan bercakap dengan orang lain yang ia miliki sangatlah minim bahkan bisa dikatakan di bawah rata-rata.  "Engkau cahaya di atas cahaya, kumohon anugrahkanlah cahaya-Mu pada jiwa yang kelam ini", bibirnya memohon pelan, penuh harap akan kasih sayang Sang Maha Kuasa. Tak ada lagi yang ia dapat percaya. Baginya hanya Sang Khaliq yang mau mengerti akan keluh kesah, suka duka, derita bahkan air mata yang selalu menitik pipi lembutnya saat ia akan terjaga. ...